KUPANG, HORIZON NUSANTARA.COM – Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan NTT dinilai telah dengan sengaja membiarkan Bank NTT menjual produk tanpa izin alias ilegal sekitar 6 bulan. Kedua lembaga ini hanya menjadi penonton permainan ‘Sirkus Ilegal’ yang dilakukan oleh Bank NTT.
Demikian penilaian Ketua Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) Indonesia, Gabriel Goa dan ‘Orang Dalam’ Bank NTT yang dimintai tanggapannya terkait teguran dan sanksi BI kepada Bank NTT terkait kegiatan Mobile Banking dan Internet Banking melalui suratnya terganggal 2 Januari 2023.
“Bagi saya, BI dan OJK telah dengan sengaja membiarkan Bank NTT bermain ‘sirkus ilegal’ dengan menjual produk Ilegal atau tak berizin kepada masyarakat luas. Mengapa mereka hanya menonton ‘sirkus ilegal’ sekitar 6 bulan dan baru ditegur dan diberi sanksi sekarang? Ini sangat berbahaya dan ceroboh karena produk yang belum ada jaminan securitasnya (keamanannya, red) dan tak berijin bisa dilaunching dan dijual bebas kepada masyarakat,” tandas aktivis Anti Korupsi, Gabriel Goa.
Menurut Gabriel, BI tidak perlu mempersoalkan kebocoran surat yang bersifat rahasia itu. “Karena Substansinya adalah mengapa Bank NTT me-launching (meluncurkan, red) produk yang belum ada izin dari Juni 2021 dan BI baru berikan teguran dan sanksi pada 2 Januari 2023? Ini kan berbahaya bagi risiko reputasi dan risiko strategis Bank NTT,” bebernya.
Securitas produk (keamanan produk, red) tegas Gabriel, harus diutamakan ole BI dan OJK karena berkaitan langsung dengan pelayan kepada masyarakat. “Bagaimana jika layanan internet banking itu diretas dan dibobol, siapa yang akan bertanggungjawab terhadap hilangnya uang masyarakat? Ini sangat berbahaya. Kepala BI jangan menyederhanakan masalah untuk menutupi manajemen pengawasan BI yang amburadul,” tandas pendiri dan Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia.
Pemberitaan pers, lanjut Gabriel, merupakan wujud kontrol sosial masyarakat yang berpotensi dirugikan dari penjualan produk ilegal oleh Bank NTT. “Yang harus dipersoalkan adalah tata kelola Bank NTT yang amburadul. Kenapa amburadul? Karena Direktur Kepatuhan dan Komisaris sebagai ‘polisi internal’ tidak menjalankan fungsi kontrolnya dengan baik sehingga bisa terjadi seperti ini,” jelasnya
Selain itu, paparnya, OJK sebagai Pengawas alias “Polisi Eksternal’ hanya jadi penonton permainan sirkus ilegal oleh Bank NTT. ‘Dimana fungsi pengawasan OJK? Bahwa ini juga akibat OJK meloloskan direksi yang tidak kompoten dan memiliki integritas dan rekam jejak yang kurang baik,” kritik Gabriel.
Hal senada juga dikemukakan oleh ‘Orang Dalam’ Bank NTT yang enggan disebutkan namanya. “Jadi persoalannya bukan suratnya yang bocor, itu sebagai fungsi kontrol masyarakat yang memiliki Bank NTT. Tetapi pengurus yang dipercaya mengelola tidak dengan prinsip prudensial banking dan GCG (Good Corporate Governance, red),” kritiknya.
Menurutnya, teguran dan denda Rp 60 juta merupakan ‘Raport Merah’ dari BI. “Bank NTT di bogem dengan denda Rp 60 juta karena bertindak ilegal berupa penggunaan mobile banking Bank NTT tanpa mengantongi ijin dari BI selaku otoritas di bidang ini,” ujarnya.
Menurutnya, kesalahan yang di lakukan BI sangat elementer. “Membiarkan (untuk beberapa waktu yang tidak pendek, red) ada produk perbankan yang di gunakan publik namun tidak di backup oleh izin. Ini kelalaian yang fatal,” tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, Direktorat Kepatuhan di Bank NTT juga sangat lemah karena membiarkan ketidakpatuhan terjadi hingga berujung sanksi berupa denda. “Bagaimana mekanisme internal control bank NTT sehingga Direktorat Kepatuhan bank NTT tidak melihat pelanggaran ini?” kritiknya.
Ia menjelaskan, produk jasa bank operasional dengan perizinan dari otoritas adalah sesuatu yang mandatory. “Setiap produk yang di gunakan nasabah wajib di back up oleh ijin. Karena mandatory maka Day by Day layanan mandatory ini di ikuti progres perijinannya. Bila ada suatu waktu sebuah produk yang di gunakan publik tanpa ijin otoritas maka itu bukan Kelalaian tetapi Kesengejaan yang berdampak pada ragam risiko,” bebernya.
Terendusnya masalah tersebut oleh media, jelasnya, patut di syukuri sehingga bisa terdeteksi lebih dini. “Sehingga otoritas diingatkan segera untuk segera bertindak dengan cepat. BI hendaknya mengarahkan Bank NTT pada upaya proteksi keamanan pengguna layanan mobile bank NTT,” sarannya.
Ia juga mengkritik pernyataan Kepala BI Perwakilan NTT, Daniel Agus Prasetyo yang mengajak publik untuk tidak cemas. “Bagaimana kalimat ini bisa menggaransi keamanan publik sementara BI juga mengganjar Bank NTT dengan bogem berupa denda Rp 60 juta?” ungkapnya.