KUPANG, HORIZON NUSANTARA.COM – Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) NTT menampung ‘kutu loncat’ dari Partai Golongan Karya (Golkar), BT dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem), MVM dalam daftar bakal calon legislatif tingkat provinsi, daerah pemilihan (Dapil) NTT 1 yang meliputi Kota Kupang. Padahal Tindakan menampung kedua ‘kutu loncat’ itu melanggar Pasal 41 Peraturan PDIP Nomor: 25-A Tahun 2018 tentang Rekruitmen dan Seleksi Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Demikian dikatakan salah satu Pengurus DPD PDIP NTT yang dimintai tanggapannya oleh Tim Media ini pada Sabtu (20/5/2023) kemarin di Kota Kupang terkait kisruh di Bappilu DPD PDIP NTT.
“Bappilu telah melanggar aturan partai. Menampung bacaleg yang pernah dicalonkan partai lain, itu jelas-jelas melanggar Pasal 41 Ayat (5) Peraturan PDIP Nomor: 25-A Tahun 2018. Saya heran, kok Bappilu tidak menguasai aturan partai yang mengatur cara kerja mereka? Malah yang disebut Ketua Bappilu adalah SK 025. Ini kacau!” kritik sumber yang enggan disebutkan namanya.
Dalam Pasal 41 Ayat (5) peraturan partai tersebut, telah tersurat dengan sangat jelas. “Anggota Partai yang pernah pindah ke partai Politik Lain, dan/pernah dicalonkan dari partai politik lain pada pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, tidak dapat dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Partai,” ujarnya mengutip Peraturan PDIP Nomor: 25-A.
Menurut sumber yang sudah banyak ‘makan garam’ di partai banteng moncong putih tersebut, Bappilu DPD PDIP NTT tidak bisa berkelit dari kekeliruannya. “Saya sarankan untuk secepatnya Ketua Bappilu mengambil Langkah untuk melakukan konsolidasi agar kepentingan kader harus dapat diakomodir,” tandasnya.
Jika masalah tersebut tidak diselesaikan secara ‘cantik’ di internal partai maka akan berdampak buruk terhadap oknum-oknum pengurus PDIP yang terlibat dalam ‘menampung 2 bacaleg kutu loncat’ tersebut. “Pencalegan para pengurus yang terlibat dapat dikenakan sanksi hingga pembatalan mereka sebagai caleg. Bahkan mereka dapat dicopot sebagai pengurus DPD PDIP NTT,” tandasnya.
Sanksi terhadap pengurus yang melanggar Peraturan PDIP tersebut diatur dalam Pasal 42 ayat (1), (2) dan ayat (3), yakni:
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang ada dalam surat ketetapan ini dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin Partai dan dikenakan sanksi sesuai dengan AD/ART Partai serta Peraturan Disiplin Partai
(2) Bakal calon anggota DPRD, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakuan pemalsuan data pendukung bukti diri dengan maksud untuk menaikkan bobot skoring, yang bersangkutan dibatalkan pencalonannya.
(3) Anggota atau kader Partai dan pengurus struktur Partai yang menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti memberkan dukungan terhadap terjadinya pelanggaran sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2), yang bersangkutan dibatalkan pencalonannya.
Selain itu, lanjutnya, salah satu ‘kutu loncat’, yakni BT tidak mengikuti proses Penjaringan Bacaleg DPRD Provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) sampai dengan ayat (9). “Oknum ini ‘diselundupkan’ beberapa hari terakhir sebelum penetapan daftar bacaleg. Ada bukti-bukti bahwa yang bersangkutan tidak mengikuti proses penjaringan dan penyaringan bacaleg provinsi PDIP sejak awal. Alasan yang disampaikan Ketua Bappilu tidak sesuai dengan peraturan partai,” tandasnya.
Ia mempertanyakan darimana asal skoring yang diperoleh BT sehingga ia dapat menyingkirkan kader PDIP dari bacaleg. “Kalau yang bersangkutan tidak mengikuti proses penjaringan dan penyaringan bacaleg sejak awal, lalu darimana data-datanya bisa ada di Bappilu? Dari mana asal skoring yang diperolehnya? Kok bisa yah … kader Partai yang mengikuti proses penjaringan dan penyaringan sejak awal bisa ‘ditendang’ dari daftar caleg?” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) NTT dinilai ‘menganaktirikan’ kadernya dalam penetapan bakal calon legislative (bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT Periode 2024-2029. Sedangkan ‘kutu loncat’ alias kader dari partai lain (yang tidak diakomodir partainya, red) justru ‘dielus’ dan ‘diselundupkan’ dalam daftar bacaleg provinsi dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTT 1 (Kota Kupang, red). Sedangkan kadernya sendiri ‘didepak’ alias ‘ditendang’ dari daftar bacaleg yang didaftarkan ke KPUD NTT.
“PDIP ini ‘Partai Kader’ sehingga sangat disesalkan kalau kader partai sendiri ‘didepak’ dan ‘ditendang’ keluar dari daftar bacaleg hanya untuk memasukan ‘kutu loncat’ dari partai lain. Padahal sebagai ‘Partai Kader’ seharusnya DPD PDIP NTT mendahulukan kader partainya dalam pengajuan bacaleg. Bukan sebaliknya malah ‘menganaktirikan’ kadernya sendiri dan ‘menyelundupkan’ kader partai lain,” tandas salah satu pengurus DPD PDIP yang enggan disebutkan namanya.