Kupang, Horizon Nusantara.Com– Komisi V DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen tidak merugikan sekolah swasta karena memiliki tugas yang sama dengan sekolah negeri yakni mencerdaskan anak- anak bangsa.
Demikian kesimpulan yang dapat dipetik dari rapat dengar pendapat antara Komisi V DPRD NTT dengan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) NTT dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertempat di aula Kelimutu Gedung DPRD NTT, Selasa (22/11/2022).
Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi V, Yunus Takandewa.Setelah membuka rapat, Yunus yang didampingi Mohamad Ansor dan Yan Piter Windi (Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi V) memberi kesempatan kepada BMPS NTT untuk menyampaikan aspirasi.
Ketua Umum BMPS NTT, Winston Neil Rondo mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dihadapi sekolah swasta dan guru.
Pertama, permasalahan terkait pelaksanaan PPDB tahun 2022. Kebijakan PPDB tahun 2022 telah merugikan sekolah swasta, seperti yang dialami sejumlah sekolah di Kota Kupang. Ketika ada kebijakan membuka kembali pendaftaran PPDB susulan secara offline menyebabkan anak- anak yang telah mendaftar dan diterima di sekolah swasta, memilih untuk mendaftar dan pindah ke sekolah negeri. Persoalan ini sebagaimana dialami SMA Sint Carolus Penfui dan SMA Ki Hajar Dewantoro.
Menyikapi persoalan ini, lanjut Winston, BMPS mendesak Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan NTT untuk melakukan evaluasi serius pelaksanaan PPDB 2022 dan dampaknya terhadap sekolah swasta. Mendesak agar juknis PPDB dikawal dan tidak membuka ruang untuk sekolah negeri membuat pendaftaran di luar ketentuan juknis dan menerima siswa baru di luar ketentuan juknis.
“Kami mendorong agar penyelenggeraan PPDB tahun 2023 dipersiapkan lebih awal dan melibatkan BMPS NTT sebagai perwakilan sekolah swasta sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” kata Winston.
Permasalahan lainnya terkait rekruitmen dan penempatan guru swasta yang lulus P3K di NTT. Winston menyampaikan, Program P3K merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada jaminan regulasi atau kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka. Dengan demikian, rata-rata sekolah swasta kehilangan tiga sampai10 orang guru, jika memang mereka harus ditempatkan di sekolah negeri.
“Kami minta keadilan dan meminta komitmen serta dukungan Gubernur NTT dan Ketua DPRD NTT serta Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan untuk membuat kebijakan yang tujuannya melindungi sekolah swasta di NTT. Salah satu bentuknya adalah mengembalikan guru P3K yang lulus ke pos sekolah swasta tempat kerja sebelumnya,” tandas Winston.
Selain itu, BMPS NTT juga akan meminta dukungan DPR RI untuk mendorong kebijakan tingkat nasional agar merekruit khusus guru P3K untuk ditempatkan di pos sekolah swasta mengingat NTT adalah daerah 3T yang mana peran sekolah swasta sangat stategis dan penting, bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah/yayasan swasta.