Bukti Fisik Beda Dengan Realisasi Anggaran, Kejari Belu Diminta Periksa Kontraktor dan PPK Proyek Rumah Bantuan Seroja di Malaka

Avatar photo
  • Bagikan
Horizon Nusantara
Screenshot 20230728 174706 Video Maker

Foto: Sakunar

JAKARTA, HORIZON NUSANTARA.COM– Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia minta Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu untuk segera memanggil dan memeriksa kontraktor dan PPK (Panitia Pelaksana Kerja) serta KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) pengerjaan proyek pembangunan Rumah Bantuan Korban Badai Seroja di Kabupaten Malaka tahun 2021 senilai Rp 57,5 Miliar. Alasannya, realisasi anggaran proyek tersebut sudah mencapai Rp 56,3 Miliar (sekitar 98 persen), tetapi hasilnya baru fondasi dan rangka serta belum digunakan para penerima manfaat. Sementara deadline penyelesaian proyek tersebut tinggal 15 hari yakni tanggal 14 Agustus 2023 dengan sisa anggaran kurang lebih Rp 1,2 Miliar (atau sekitar 2 persen).

Hal ini disampaikan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabrial Goa kepada tim media ini melalui sambungan telepon selulernya pada Sabtu (29/07/2023), menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait amburadulnya pengelolaan proyek rumah bantuan badai Seroja bagi masyarakat Kabupaten Malaka tahun 2021.

“Anggaran proyek itu besar sekali, bayangkan Rp 57,5 Miliar, Itu bukan duit kecil. Mereka kerja bagaimana sehingga hasilnya begitu? Duitnya sudah nyaris habis. Kita baca di media realisasi anggaran sudah Rp 56,3 Miliar dan sisa Rp 1,2 Miliar, proyeknya baru rangka? Sementara deadline tanggal 14 Agustus. Apakah yakin akan selesai pas deadline? Ini aneh. Kita minta Kejari Kabupaten Belu selaku bagian dari penegak hukum wilayah, untuk segera panggil periksa para kontraktor dan PPK-ya serta Kuasa Pengguna Anggaran, agar dimintai pertanggungjawaban,” tegas Gabrial Goa.

Baca Juga :  Relawan Teman Jeriko Bagi Bendera Merah Putihuntuk Masyarakat Kota Kupang

Menurut Gabrial Goa, Kontraktor Pelaksana dan PPK serta KPA harus dipanggil untuk diperiksa, karena mereka adalah para pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan dan pelaksanaan proyek bernilai miliaran rupiah tersebut. Karena realisasi fisik proyek baru berkisar antara 15 hingga 20-an persen dan tidak sebanding/tidak seimbang dengan realisasi anggaran proyek. Hal tersebut memberi gambaran indikasi, dugaan adanya tindak pidana korupsi di balik pengelolaan dan pelaksanaan proyek tersebut.

“Mantan Kepala BPBD Malaka itu (Gabriel Seran, red) jangan hanya berdalih dengan alasan cuaca hujan, banjir dan sebagainya. Ini soal realisasi anggaran proyek yang sudah nyaris habis dipakai, tapi fisiknya belum sampai 50 persen, hanya rangka dan mangkrak, masyarakat pun belum pakai. Ini soal tanggungjawab terhadap anggaran proyek yang bersumber dari keuangan negara. Dia harus jelaskan pengelolaanya seperti apa sehingga uangnya habis tetapi proyek belum selesai. Duitnya apakah lari ke laut atau kemana? Masyarakat sedang tunggu kapan rumah itu dipakai,” kritiknya.

Ketua KOMPAK Indonesia itu juga meragukan pernyataan mantan Kepala Pelaksana BPBD Malaka, Gabriel Seran bahwa proyek tersebut sudah ditahap finishing, setelah melihat kondisi fisik sebagaimana pemberitaan sejumlah media yang mengidentifikasi proyek tersebut.

“Bagaimana pak Kalak Gabriel bilang sudah ditahap fisnihing, sementara ada yang baru fondasi, tiang induk rangka baja juga baru berdiri, padahal proyeknya sudah dari dua tahun lalu? Jangan sampai beliau (Gabriel Seran, red) hanya mau ngeles (cari-cari alasan, red) sekedar mau benarkan diri, atau lempar salah ke cuaca dan orang lain,” kritiknya.

Baca Juga :  Izak Rihi Penuhi Undangan Ombudsman RI Cabang NTT

Gabrial Goa menjelaskan, bahwa mandeknya proyek tersebut merampas hak ekosob masyarakat kecil, khususnya para korban bencana untuk merasakan kehadiran negara atau pemerintah dalam situasi sulit mereka. Seharusnya hari ini mereka sudah merasakan bantuan rumah layak huni yang dijanjikan negara pasca Badai Seroja, tetapi dengan membaca pemberitaan media terkait kondisi ril lapangan proyek tersebut, maka mimpi calon penerima manfaat untuk tinggal di rumah impiannya tersebut, semakin jauh dari kenyataan.

Selaku warga negara dan pegiat anti korupsi, kata Gabriel Goa, dirinya meminta perhatian Aparat Penegak Hukum yakni Kejari Kabupaten Belu dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera menindaklanjuti pemberitaan media dan keluhan masyarakat terkait buruknya pengelolaan proyek tersebut.

“Kita berharap persoalan ini segera mendapat respon APH yakni jaksa (Kejari Belu, red) dan KPK, sehingga hak-hak ekosob masyarakat kecil di Kabupaten Malaka terkait rumah bantuan pemerintah pusat itu segera ditinggali. Jangan sampai proyek tersebut terkesan hanya menghamburkan anggaran puluhan miliar, tetapi manfaatnya tidak ada bagi masyarakat. Kan kasian itu,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (27-28/07), realisasi anggaran proyek pengerjaan Rumah Bantuan Badai Seroja tahun 2021 senilai Rp 57,5 Miliar oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka sudah mencapai Rp 56,3 Miliar atau sekitar 98 persen (sisa Rp 1,2 Miliar/sekitar 2 persen), tetapi realisasi fisik proyek tersebut baru sebatas rangka dan terkesan mangkrak.

Baca Juga :  Bersih-bersih, 60 Warga Tanjung Priok Ikuti Program Padat Karya

Temuan di lapangan, Selasa (25/07), laporan progress proyek tersebut tidak sesuai dengan realisasi fisik proyek di lapangan. Dalam laporan BPBD Malaka, jumlah rumah bantuan Badai Seroja yang belum selesai dibangun sebanyak 24 unit. Sedangkan temuan fakta ril di lapangan, jumlah rumah yang belum dibangun ada sebanyak 34 unit (ada lebih dari 24 unit yang belum dibangun, red).

Hal ini dipertegas oleh Pelaksana Tugas (plt) Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) kabupaten Malaka, Rochus Gonzales Funay Seran saat ditemui wartawan di kantornya di desa Kamanasa, pada Selasa (25/07/2023).

“Setelah melakukan uji petik di lapangan, terdapat ketidaksesuaian antara angka pada laporan dan angka riil di lapangan. Misalnya, dalam laporan yang kita terima jumlah rumah yang belum selesai dikerjakan sebanyak 24 unit. Fakta di lapangan, terdapat 34 unit rumah yang belum selesai dikerjakan,” tandasnya.

Rochus Gonzales menjelaskan, persoalan proyek tersebut tidak hanya sebatas perbedaan laporan progress realisasi proyek dan fakta ril (realiasi fisik, red) proyek di lapangan, tetapi juga soal realisasi anggaran yang sudah jauh melebihi realisasi/progress fisik proyek tersebut. Pekerjaan proyek hingga hari ini belum kelar atau belum tuntas dan masyarakat belum menggunakan rumah-rumah tersebut.

  • Bagikan