KUPANG HORISON NUSANTARA.COM– Sangat miris jika seorang Kajari Terbaik Se-Indonesia melakukan pelanggaran kode etik dengan melakukan rekayasa fakta hukum dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Araksi, AB (Aktivis Anti Korupsi, red) dalam Kasus Dugaan Laporan Palsu.
Demikian dikatakan Penasehat Hukum (PH) Ketua Araksi NTT, Ferdy Maktaen, SH ketika dimintai tanggapannya terkait terbongkarnya rekayasa OTT oleh Kejari TTU. Sebagaimana dibeberkan Ady Mesakh bahwa Ia tidak diperas oleh AB dan ingin memberi pinjaman uang Rp 10 juta kepada AB untuk membayar sewa Kantor Araksi di Kupang.
“Sangat miris memang, seorang yang menjadi kebanggaan kami penegak hukum, yang mendapat predikat terbaik se-Indonesia justru membuat hal yg menjadi momok dan mungkin juga merusak citra lembaga kejaksaan seluruh Indonesia,” kritik Maktaen.
Ia menilai ada dugaan rekayasa OTT terhadap kliennya. “Kenapa saya bilang ini dugaan rekayasa? Ya karena berdasarkan fakta yang terjadi demikian. Dan kenapa saya katakan ini bagian dr pelanggaran HAM? Karena memang jaksa karena kewenangannya telah bertindak semen-mena menangkap dan menjebloskan orang ke penjara. Ini telah merampas kemerdekaan seseorang. Membatasi hak hidup seseorang,” tandas Maktaen.
Maktaen mengungkapkan, sepanjang Ia menjadi Pengacara, baru kali ini Ia mendapat fakta bahwa Kejaksaan dapat melakukan Penyelidikan terkait Tindak Pidana Umum (Tipudum) “Lalu bagaimana tugas dan fungsi penyidik Kepolisian dalam proses perkara Tipidum? Apakah Pasal 16 UU KEPOLISIAN sudah di rubah? Atau pasal 1 angka 1, KUHAP, dan pasal 7 ayat 1 KUHAP, hanya berlaku untuk Kejaksaan? Mungkin ada yang lebih paham bisa jelaskan biar semua masyarakat mengerti,” sindirnya.
Saat ditanya, apakah seorang jaksa bisa dipidana karena merekayasa fakta hukum, Maktaen mengatakan, seorang jaksa bisa dipidana karena hal itu. “Bisa saja karena setiap orang sama di mata hukum. Namun kita coba lihat dulu Apa mungkin seorang Jaksa terbaik bisa di pidana? Dugaan saya, ketika dilaporkan kode Etik paling juga mendapat hukuman sedang. Kalau tidak salah sudah pernah terjadi pada Kasipidsus Kejari TTU. Faktanya tidak di pecat, apalagi di penjara. Saya dengar yang bersangkutan sudah mau kembali menjadi jaksa fungsional. Namun kami akan tetap berupaya agar keadilan tetap ada,” tandasnya.
Menurut Maktaen, pihaknya akan terus berupaya mencari kebenaran dan keadilan. “Siapa pun dia! Indonesia negara hukum. Yang pasti kami akan terus berupaya mencari kebenaran. Karena bagi kami Satyam Eva Jayate. Hanya kebenaran yang berjaya,” tandasnya.
Maktaen menjelaskan, setelah Ia mendengar kronologis OTT secara langsung dari kliennya dan membaca berita di berbagai media, “Apalagi telah ada pengakuan dari orang yang memberi uang kepada AB, yakni AM. Maka dapat saya simpulkan bahwa ini merupakan tindakan pelanggaran kode Etik yang di lakukan oleh Kejari TTU,’ tandasnya.