Jika PAD NTT Terus Anjlok, DPRD Khawatir Pemprov  NTT Tak Akan Mampu Bayar Utang

Avatar photo
  • Bagikan
Horizon Nusantara
20220610 134446

Kupang, Horizon Nusantara.Com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur ( DPRD NTT) khawatir Pemerintah Provinsi ( Pemprov) NTT tak akan sanggup membayar hutang sekitar Rp 1,5 Trilyun yang berasal dari pinjaman daerah (dari PT. SMI Rp sekitar Rp 1,35 Triyun dan Bank NTT sekitar Rp 150 M, red) jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT terus merosot alias anjlok.

Hal ini terungkap dalam Pidato Ketua DPRD NTT, Emi Nomleni pada Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022 dan Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (25/05/2022) lalu.

“Bila PAD tidak dapat ditingkatkan jumlah dan realisasinya, artinya ada kemungkinan kita tidak sanggup lagi membayar utang. Dan ini sangat berbahaya bagi perjalanan NTT ke depan,” tandas Nomleni.

Baca Juga :  PMKRI Cabang Kupang Minta DPRD NTT Bentuk Pansus Investigasi PT. Flobamor Terkait Deviden Rp 1,6 Miliar

Menurut Nomleni, anjloknya PAD dan kemampuan fiskal daerah yang berdampak langsung pada kapasitas atau kemampuan fiskal daerah untuk. “Penerimaan PAD pada tahun 2021 hanya mencapai 74,04% dari target (Rp 1,6 Trilyun sesuai Perubahan APBD NTT TA 2021, red). Kita semua berkepentingan dengan meningkatnya PAD, selain memperbesar ruang dan kapasitas fiskal, sejalan dengan realisasi pinjaman daerah yang terus meningkat, konsekuensi pembayaran bunga dan pengembalian pinjaman berimplikasi pada ketersediaan dana yang cukup untuk membayar bunga dan cicilan pinjaman pokok yang jatuh tempo,” bebernya.

Baca Juga :  PT. SPA Kembalikan 4 Calon Tenaker Asal Manggarai Timur Kepada Keluarga Tanpa Ganti Rugi

Emi Nomleni mengungkapkan, bahwa berdasarkan LKPJ Gubernur TA 2021 sampai akhir tahun 2021, NTT menghadapi kendala dari sisi Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah yang berakibat pada ruang dan kapasitas fiskal yang terbatas dan keseimbangan primer APBD yang kurang memadai.

“Setelah mengurangi pendapatan dengan belanja wajib dan belanja terikat, hanya tersisa 41,03% pendapatan daerah (ruang fiskal) yang dapat dialokasi untuk membiayai program pembangunan daerah. Mengingat sebagian pendapatan daerah telah ditentukan penggunaannya, dan terdapat belanja tertentu yang tidak bisa dihindari seperti belanja pegawai, belanja bunga dan belanja bagi hasil. Maka sisa pendapatan daerah (kapasitas fiskal) yang secara otonom dapat digunakan untuk membiayai program pembangunan daerah hanya sekitar 21,97%,” beber Nomleni.

Baca Juga :  Atasi Krisis Air Bersih, Jeriko-Adinda Komitmen Lanjutkan Program Air Bersih SPAM Kali Dendeng

Hal ini, lanjut Ketua DPD PDI-P NTT itu, jika kondisi fiskal (PAD, red) terus anjlok seperti saat ini, maka salah satu jalan keluar yang perlu dilakukan Pemprov NTT adalah lebih agresif melakukan investasi maupun meningkatkan sumber pendapatan lain agar bisa meningkatkan penerimaan PAD.
“Kita tidak bisa membangun daerah dengan kondisi fiskal (PAD) seperti ini hanya dengan mengandalkan PAD pada tahun 2022. Kita telah memasuki tahun keempat RPJMD dan tahun 2023 kita memasuki tahun terakhir RPJMD, sehingga seluruh energi dan kerja perlu dimaksimalkan secara baik,” sarannya.

  • Bagikan