JAKARTA, HORIZON NUSANTARA.COM – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyio Sigit Prabowo diminta untuk perintahkan Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang, S.H untuk memberi atensi secara serius terhadap penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap DS (13), anak bawah umur di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
Pasalnya, hingga hari ini berkas perkara tersangka bapak anak yakni YRK dan MK (oknum Anggota DPRD Kabupaten SBD dari Partai Perindo, red) bersama DK belum dilimpahkan Penyidik Polres SBD ke Kejari Sumba Barat. Padahal, PN Sumba Barat telah putuskan menolak permohonan praperadilan para tersangka (YRK, MK, DK).
Permintaan tersebut disampaikan Ketua Lembaga Pembina PADMA (Pelayan Advokasi Untuk Keadilan dan Perdamaian) Indonesia, Gabriel Goa melalui rilis tertulis, yang diperoleh media ini pada Senin, 19 Agustus 2024, terkait kasus kekerasan seksual anak bawah umur oleh oknum Anggota DPRD di Kabupaten SBD.
“Pertama, kami meminta Kapolri mendesak Kapolda NTT perintahkan Kapolres Sumba Barat Daya segera memberikan kepastian hukum status tersangka YRK MK Anggota DPRD Sumba Barat Daya serta DK, bukan membiarkan mereka menjadi tersangka abadi. Ini guna memberikan rasa Keadilan bagi Korban dan keluarga,” tulis Gabriel Goa.
Menurut Gabriel, atensi Kapolri dan Kapolda NTT sangat dibutuhkan guna memenuhi rasa keadilan korban atas peristiwa pelecehan yang dialami, dan penegakan hukum yang adil tanpa pandang jabatan dan status sosial pelaku atau para tersangka.
“Karena fakta membuktikan, bahwa proses penegakan hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual di wilayah hukum Polres Sumba Barat Daya, tampak menajam ke bawah tapi menumpul ke atas. Kasus ini diduga kuat melibatkan dua oknum anggota DPRD SBD (YRK dan MK, red) serta DK. Bahkan sudah ditetapkan tersangka, tapi hingga saat ini belum ada kepastian hukum terhadap mereka,” sebutnya.
Terpanggil nurani untuk tegaknya keadilan dan kepastian hukum bagi korban, kata Gabriel, Lembaga Hukum dan HAM PADMA INDONESIA, juga meminta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), Ombudsman serta Komnas HAM untuk segera turun ke SBD, dan mendesak Kapolres SBD untuk segera memproses hukum tersangka (melimpahkan berkas kasus hukum tersangka RK, red), sehingga ada kepastian hukum dan hak korban terpenuhi.
“Kami mengajak Solidaritas Penggiat Kemanusiaan dan Pers di Sumba untuk mengawal penegakan hukum di Polres Sumba Barat Daya, dan terpenuhinya rasa Keadilan Korban,” tambah Gabriel.
Kronologi
Pertama, kronologi terjadinya peristiwa pelecehan terhadap Bunga bermula pada bulan April 2022, saat pelaku (YRK) pulang ke rumah dari sebuah pesta pada pukul 00.00 WITA.
Setibanya di rumah, YRK memanggil Bunga (bukan nama sebenarnya, red) dan memintanya untuk membuka sepatu YRK. Korban (Bunga) pun menuruti permintaan YRK membuka Sepatu YRK.
Pelaku lanjut minta korban memijat tangan dan kakinya. Setelah itu, YRK mengajak Bunga ke kamar untuk mengurut badan (tubuh, red) YRK. Korban yang merasa tidak nyaman dengan ajakan YRK sempat bertanya kenapa tidak di luar saja pijitnya? YRK menjawab tidak apa-apa pijit atau urutnya di kamar saja. Kemudian YRK membawa Bunga ke kamar tidur YRK.
Bunga lalu memijit badan YRK sebagaimana diperintahkan YRK.Setelah diurut, YRK menginstruksikan Bunga dengan mengatakan, “tunggu di sini dulu, bapak keluar’. Sesampainya di luar kamar, YRK mengunci semua pintu lalu kembali masuk ke kamar tidur dan mengunci kamar tidur. Lalu menarik Bunga dan membuangnya ke tempat tidur.
Pelaku (YRK) lalu memaksa Bunga untuk membuka baju dengan disertai ancaman, “jangan berteriak! Kalau kau berteriak, nanti saya bunuh kau! Dalam ketakuan, Bunga pun diam saja.
YRK kemudian membuka celana panjangnya dan menarik kedua kaki Bunga. Bunga menolak dengan cara memberontak namun YRK mencekik leher Bunga dan menamparnya.
Pelaku YRK lanjut membuka seluruh pakaian korban, termasuk pakaian dalamnya dan menyetubuhi korban. Dan setelah itu menyuruh korban keluar disertai dengan intimidasi atau tekanan agar korban diam, tidak memberitahukan hal itu kepada siapa pun.
Pelaku kembali melakukan perbuatan bejatnya kepada Bunga setelah kejadian hari pertama itu, hanya tempatnya berbeda yaitu di kamar tidur korban yang terletak di samping kamar tidur pelaku.
Tiga (3) hari kemudian, pelaku melakukan lagi hal yang sama di kamar tidur korban dengan menancam akan membunuh korban, jika memberitahukan apa yang dilakukannya terhadap Bunga.
Perilaku bejat YRK terus berlanjut hingga bulan Mei 2022 dan hingga akhir Mei 2022, korban sudah tidak lagi mendapat menstruasi atau haid. Korban tidak memberitahukan kondisinya kepada pelaku YRK, dan YRK malah lanjut menggagahinya hingga Juni dan Juli tahun itu, setiap malam kurang lebih pada pukul 00:00 WITA di kamar tidur korban, saat istri pelaku sedang tidak di rumah (=di Kupang).