Kupang, Horizon Nusantara.Com– Komisi III DPRD NTT menilai pembelian medium term notes (MTN) Bank NTT Rp 50 Milyar Bank NTT dari PT. SNP tidak prosedural dan tidak prudent sehingga mengakibatkan adanya kerugian baik daerah maupun kerugian negara (mengingat modal bank NTT bersumber dari penyertaan APBD/APBN dan dana pihak ketiga atau masyarakat, red) dan itu dapat masuk dalam kategori indikasi tindakan korupsi.
Demikian dikatakan Anggota Komisi III DPRD NTT, Dr. Ince Sayuna (yang mengutip pendapat Prof. Sucipto Raharjo tentang korupsi) ketika menanggapi penjelasan OJK NTT terkait MTN Rp 50 Milyar Bank NTT dalam Rapat Komisi III DPRD NTT bersama OJK Kantor Cabang NTT seusai Komisi III DPRD NTT bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) pada Senin (25/07/2022) di Kupang.
“Orang itu baru disebut korupsi bukan hanya karena dia makan uang. Tapi ketika dia salah membuat kebijakan, itu masuk dalam kategori korupsi. Kalau prosedurnya salah, tidak mungkin dia menghasilkan kebijakan yang legal. Karena jelas dalam temuan BPK (terkait pembelian MTN Rp 50 Milyar, red) dan berdasarkan apa yang tadi bapak jelaskan (penjelasan Kepala OJK Kantor Cabang NTT, red), itu memang tidak prosedural pembelian MTN. Tidak ada SOP, tidak ada dalam RAB, maka itu kan bagian dari pelanggaran prosedural,” ujar Ince.
Menurutnya, OJK sebagai lembaga pengawas jasa perbankan seharusnya lebih sensisitif melihat indikasi-indikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi di Bank NTT. Karena OJK merupakan lembaga yang diberi wewenang konstitusi untuk mengawas pengunaan uang negara atau daerah. Apalagi OJK telah dua kali mendapat penghargaan dari KPK sebagai lembaga yang menerapkan standart tertinggi anti korupsi.
“Artinya kami percaya bahwa OJK masih melihat korupsi sebagai musuh bersama. Soal menentukan seseorang melakukan tindakan korupsi itu memang wewenang Aparat Penegak Hukum/APH, tetapi korupsi di negeri ini baru akan bisa hilang, kalau semua pihak baik itu Aparat Penegak Hukum (APH) maupun lembaga pengawas dan pemeriksa (BPK RI dan OJK, red) yang diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap penggunaaan keuangan negara itu bisa melihat korupsi sebagai musuh bersama.
Ince Sayuna sebagaimana temuan LHP BPK menegaskan, bahwa pembelian MTN Rp 50 Milyar bank NTT tanpa prosedur di internal bank. “Sebagai lembaga yang diberi tugas pengawasan terhadap perbankan termasuk BPD NTT, bapak-bapak (OJK) lihat ada indikasi korupsi tidak? Karena jelas dalam temuan BPK dan berdasarkan apa yang tadi bapak (Kepala OJK NTT) jelaskan, itu memang tidak prosedural pembelian MTN. Tidak ada SOP, tidak ada dalam RAB, maka itu kan bagian dari pelanggaran prosedural,” tegasnya.
Ince Sayuna juga mempertanyakan sejauhmana OJK sebagai lembaga yang mengawasi bank NTT mengikuti dan menindaklanjuti temuan MTN Rp 50 Milyar ke pusat kalau memang ini kewenangan OJK pusat? Dan sejauh mana koordinasi OJK Cabang NTT dengan OJK pusat dan atau dengan APH untuk memeriksa bank NTT terkait kasus pembelian MTN Rp 50.
“Karena bapak -bapak dapat penghargaan dari KPK soal pemberantasan korupsi. Harusnya lebih sensitif melihat indikasi -indikasi korupsi yang ada di perbankan (di Bank NTT, red),” tegasnya lagi.
Sementara itu, Kepala OJK NTT dalam kesempatan tersebut mengakui adanya kesalahan prosedur dalam pembelian MTN bank NTT sebagaimana temuan LHP BPK. Terkait itu, OJK juga telah melakukan langkah pembinaan dan perbaikan prosedur terhadap Bank NTT, agar ke depan tidak terjadi kesalahan yang sama.