Jakarta,Horizon Nusantara.Com– Keputusan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk menaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK), khususnya Pulau Komodo dan Padar dinilai sebagai pemaksaan kehendak karena tak berdasar hukum dan melanggar alias ‘menabrak’ Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014 yang mengatur tentang tarif masuk ke Taman Nasional. Kenaikan tarif itu dinilai sebagai modus monopoli pengelolaan tiket masuk oleh PT. Flobamor.
Demikian penilaian Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus dalam rilisnya terkait kenaikan tarif masuk ke TNK, khususnya Pulau Komodo dan Pulau Padar yang diterima Tim Media ini melalui pesan WhatsApp/WA pada Rabu (3/8/2022) kemarin.
“Kenaikan tarif tiket masuk TNK ini, jelas sebagai suatu pemaksaan kehendak VBL dan bukan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat, karena sebagai Taman Nasional, kebijakannya itu ditentukan oleh pemerintah pusat berupa PP No.12 Tahun 2014, yang mengatur pemberlakuan tarif masuk termasuk tarif TNK,” tandas Salestinus.
Karena itu, lanjut Salestinus, pemberlakuan tarif masuk TNK dengan harga tiket sebesar Rp 3.750.000,- jelas tidak memiliki dasar hukum. “Dan bersifat sangat diskriminatif karena bertujuan untuk menangkal orang-orang berpenghasilan menengah ke bawah tidak bisa atau tidak boleh masuk di TNK. Ini namanya diskriminasi dalam pelayanan kepariwistaan,” kritiknya.
Yang menarik, kata Salestinus, justru wisatawan manca negara yang kaya-raya-pun ikut melakukan protes. “Antara lain dengan membatalkan rencana kunjungannya ke TNK, Labuan Bajo, lantaran kenaikan tarif tiket masuk sebesar Rp.3.750.000,- dianggap terlalu mahal dan ada unsur diskriminasi dalam pemberlakuan tarif baru per 1/8/ 2022, yang hanya berlaku bagi orang kaya,” ujarnya.
Dengan demikian, jelas Salestinus, sebenarnya yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum, adalah Gubernur NTT VBL. “Bukan Pelaku Usaha yang hari-hari ini melakukan mogok berusaha, akibat mereka merasakan tarif baru tiket TN Komodo sudah mematikan Pelaku Usaha Menengah ke bawah, dengan modus menuju praktek monopoli,” bebernya.
Berdasarkan keluhan sejumlah Pelaku Usaha, ungkap Salestinus, praktek bisnis di TN Komodo yang dikelola oleh Perumda Provinsi NTT. “Yaitu PT. Flobamora sebagai kuasa tunggal mengelola penjualan tiket masuk TNK. Ini jelas melanggar UU No.5 Tahun 1999, Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kritiknya lagi.
Dengan demikian, Ia menyimpulkan bahwa yang harus diproses dan dimintai pertanggungjawaban secara pidana oleh Polda NTT, terkait aksi mogok tanggal 1/8/2022 dstnya. seharusnya Gubernur NTT VBL. “Bukan Para Pelaku Usaha di Labuan Bajo, karena hak mogok Pelaku Usaha dijamin UU. Mengapa merekalah yang ditangkap, dianiaya dan diproses hukum?” tanya Salestinus.
Oleh karena itu, tandas Salestinus, Kapolda NTT harus membatalkan status tersangka Pelaku Usaha yang ditangkap. “Karena yang menghambat Wisatawan Domestik dan Wisatawan Asing berkunjung ke TNK Labuan Bajo, kemarin 1/8/2022 adalah karena kebijakan Gubernur NTT VBL menaikan tarif tiket masuk menjadi Rp.3.750. 000,- per pengunjung, bukan akibat aksi mogok Pelaku Usaha,” tegasnya.