JAKARTA, HORIZON NUSANTARA.COM– Menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait biaya perjalanan dinas Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Kepala Divisi serta karyawan Bank NTT tahun 2022 yang menghabiskan anggaran Perjalanan hingga 17.427.682.634 atau sekitar Rp 17,4 Miliar, Arnoldus Wea, salah satu tokoh muda asal NTT akhirnya ikut menyoroti kinerja bank NTT.
Kepada media ini, Senin (30/01/2023) siang, Arnoldus Wea yang juga merupakan aktivis sosial ini menyampaikan bahwa, perjalanan dinas itu regulasinya cukup jelas dan merupakan kegiatan yang melekat pada pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja pemerintahan daerah.
Menurut Arnoldus Wea, ada empat hal penting yang harus dipertimbangkan oleh pemda terkait penetapan penganggaran perjalanan dinas yaitu 1) selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, 2) ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja SKPD, 3) efisiensi penggunaan belanja negara; dan, 4) akuntabilitas dan tranparasansi pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas.
“Dalam kasus Bank NTT, pembatasan biaya perjalanan dinas menjadi keharusan karena sebagai institusi finansial, bank harus dikelola secara efisien agar mampu bersaing, berekspansi dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham termasuk pemerintah daerah,” katanya.
Arnoldus menambahkan bahwa, logika efisiensi mengharuskan pengurangan biaya, termasuk biaya perjalanan dinas, peningkatan produktivitas dan margin laba yang lebih besar.
Untuk itu, lanjut Arnoldus Wea, prinsip Budget Constraint, harus diterapkan di mana penggunaan keuangan untuk kenaikan gaji, fasilitas kesehatan dan perjalanan dinas direktur dan staf, hanya berasal dari keuntungan lebih. Jika Bank rugi atau tidak menaikkan keuntungan, anggaran untuk fasilitas harus dipotong sebagai konsekuensi.
Ia juga mengingatkan bahwa, Provinsi NTT sebagai provinsi kepulauan jelas membutuhkan biaya perjalanan yang besar untuk menjamin kinerja SKPD, juga termasuk kinerja Bank Daerah.
“Yang dibutuhkan adalah standar penggunaan anggaran yang wajar dan tidak melanggar, tidak memboroskan sumber daya keuangan yang diperlukan untuk pembiayaan sektor lain. Standar ini bisa merujuk pada aturan Kementerian keuangan mengenai pagu anggaran, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi NTT,” imbuhnya.
Pria yang menjadi penggagas gerakan para perantau ingat kampung, kembali ke kampung, dan membangun kampung melalui Yasayan Anoldus Wea menandaskan jikalau standar ini bisa diadaptasi setiap tahun sesuai dengan pendapatan dan kebutuhan kerja lembaga terkait.
“Selain itu, kontrol terus-menerus terhadap Bank NTT perlu dilakukan oleh dewan pengawas, pemda atau pihak yang berkepentingan. Seharusnya ketika ada indikasi masalah, pemda harus dipanggil untuk memberikan penjelasan dan ini perlu diterangkan kepada publik terkait nomenklatur item penganggaran. Jika mau jujur, perjalanan dinas adalah pengeluaran yang paling gampang diakali, misalnya dengan menaikkan biaya akomodasi dan pengeluaran tertentu,” ujarnya.