KUPANG, HORIZON NUSANTARA.COM– WALHI NTT menyebutkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berada dalam dua ancaman besar yang sedang dan akan menggempur bumi nusa lontar ini di bidang lingkungan hidup yakni perubahan iklim, dan masifnya investasi kotor yang rakus lahan dan berujung pada privatisasi serta alih fungsi Kawasan, yang memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup NTT.
Hal ini disampaikan Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, dalam realese pertemuan WALHI region Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa TenggaraTimur, Maluku Utara, dan Papua (BANUSRAMAPA), Selasa (21/2/23).
Pertemuan WALHI region Banusramapa ini dilaksanakan di Lombok, 7-11 Februari 2023 dengan tema “Lindungi 7.280 pulau dari ancaman krisis iklim, bencana ekologis dan Investasi industri berbasis kawasan di Banusramapa” dan dihadiri oleh perwakilan Direktur dari masing- masing daerah.
WALHI NTT juga menyampaikan bahwa beberapa pulau kecil di NTT seperti pulau Komodo, Salura, Kera, dan gugusan pulau kecil lainnya terancam hilang akibat kenaikan permukaan air laut. Belum lagi meningkatnya bencana iklim di NTT menambah kerentanan bagi kelompok rentan di NTT.
WALHI NTT mencatat, NTT saat ini dikepung oleh 309 IUP Minerba, Industri Pariwisata, Monokultur, Food Estate, serta beberapa Proyek Strategis Nasional yang tersebar di seluruh wilayah NTT. Proyek-Proyek kotor ini diwarnai dengan perampasan lahan dan alih fungsi kawasan tanpa kajian daya dukung dan daya tampung yang mendalam dengan dalil peningkatan kesejahteraan rakyat.